Senin, 18 September 2006

Sekolah Gratis dengan Kualifikasi Sekolah Unggulan

Waktu itu, orang tua saya sudah menyerah. Mereka meminta maaf karena tidak bisa lagi membiayai saya untuk sekolah," ungkap Mega Yulianti, mahasiswi Teknik Fisika ITB. Dia memang hidup dari keluarga yang berkemampuan ekonomi menengah ke bawah. Ayahnya yang bekerja sebagai buruh bangunan, hanya mampu membiayai sekolah Mega hingga jenjang SLTP.
Untunglah, Mega punya kemauan yang kuat untuk terus bersekolah. Dia pun berusaha mencari informasi tentang sekolah gratis. Sampailah jalan pencariannya itu menemukan SMA Alfa Centauri, Bandung. Sekolah ini memang menawarkan pendidikan gratis dan berkualitas. Keberadaan sekolah ini menjadi jalan keluar bagi Mega untuk mewujudkan 'mimpinya'.
Pengakuan hampir sama juga diungkapkan Adha Dipraja dan Deisa Kusumaningsih (keduanya mahasiswa FMIPA ITB). Mereka semua adalah angkatan pertama SMA Alfa Centauri yang kini berhasil menembus perguruan tinggi negeri dan berasal dari keluarga tidak mampu.
Sebanyak 21 siswa, tahun ini berhasil menembus bangku perguruan tinggi negeri. Kebanyakan mereka masuk ITB dan sisanya masuk Unpad, serta Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Meski telah menjadi alumni, mereka tetap mendapat perhatian dari para pengurus SMA Alfa Centauri.
Sekolah ini memang terbilang istimewa. Meski menyediakan pendidikan gratis, kualitas pengajarannya tidak kalah dibanding SMA unggulan. Selain belajar di sekolah, semua muridnya mendapat bimbingan belajar gratis untuk mampu menghadapi seleksi penerimaan mahasiswa baru di perguruan tinggi negeri. Tak cuma itu, mereka juga mendapat pelajaran tambahan untuk meningkatkan kemampuan berbahasa Inggris dan Arab.
Ketua Yayasan Taqwa Cerdas Kreatif --lembaga yang menaungi SMA Alfa Centauri-- Sony Sugema, menjelaskan bahwa sekolah tersebut memang didirikan untuk membantu kalangan yang kurang mampu. Tingginya biaya pendidikan telah membuat banyak kalangan frustasi karena tidak mampu menyekolahkan anaknya. Menurut dia, jika terus dibiarkan, rasa frustasi ini bisa membahayakan masyarakat. Karena itu, dia pun terdorong untuk menciptakan jalan alternatif berupa sekolah gratis bagi kalangan tidak mampu.
Tiga angkatan pertama sekolah ini, sedikitpun tidak dipungut biaya. Dalam tiga tahun pertama, sebanyak 35 siswa diterima untuk setiap angkatan. Untuk menjalankan pengajaran di tiap angkatan, dia mengeluarkan dana sekitar Rp 50 juta per tahun.
Seleksi untuk bisa masuk sekolah pun cukup ketat. Tiap tahun, rata-rata pendaftar mencapai 600 orang. Dari jumlah itu kemudian diciutkan menjadi 400 orang dan diseleksi kembali menjadi tinggal 100 orang. Dari 100 calon murid ini kemudian diseleksi lewat wawancara. Murid-murid yang berasal dari keluarga kurang mampu mendapat prioritas. Dari 100 orang tersebut, kemudian diambil 35 orang.
"Mulai tahun ini, kita menerima dua kelas," tuturnya. Sebagian kecil dari murid yang diterima tahun ini dikenai biaya yang besarnya tergantung kesanggupan orang tua masing-masing. Namun sebagian besar muridnya tetap digratiskan. Sony berharap, biaya yang dibayarkan sebagian wali murid itu bisa digunakan untuk membantu murid-murid kurang mampu. "Jadi berjalan subsidi silang," ungkap pemilik bimbingan belajar Sony Sugema College itu.
Dia berharap, murid-murid Alfa Centauri di masa mendatang bisa go international. Untuk mewujudkan harapan tersebut, kini pihaknya sedang membangun jaringan internet 24 jam. "Kami pun menggiatkan bahasa Inggris, karena kunci untuk masuk kehidupan di dunia maya ini adalah bahasa Inggris," tuturnya.
Lewat jaringan internet, Sony menginginkan murid-muridnya bisa berkomunikasi dengan teman sebayanya dari luar negeri. Sony berharap, suatu saat nanti murid-murid sekolahnya tertantang untuk menjajal kuliah di kampus-hampus internasional.
Kini, selain harus memikirkan kelangsungan SMA tersebut, dia juga terus memperhatikan nasib para alumni yang berhasil masuk perguruan tinggi negeri. Bersama timnya, dia terus berusaha mencari donatur untuk membiayai kuliah para alumninya itu. Maklumlah, setelah perguruan tinggi banyak berstatus badan hukum milik negara (BHMN) biaya kuliah pun melonjak.
Diantaranya dengan mengembangkan program orang tua asuh. Orang tua murid yang mampu dan anaknya berhasil masuk perguruan tinggi negeri, bakal diminta untuk menjadi orang tua asuh bagi murid tak mampu yang masuk perguruan tinggi negeri. Lewat cara ini, dia pun berharap dari SMA Alfa Centauri lahir para penemu-penemu kemajuan yang bermanfaat bagi masyarakat. irf - Republika - 18 September 2006